Langsung ke konten utama

Pergi Untuk Kembali

Ulasan Buku Rantau 1 Muara



Pengarang: Ahmad Fuadi
Judul Buku: Rantau 1 Muara
Penerbit: Gramedia
Tahun terbit: 2013
Tebal halaman: 401

Rantau 1 Muara merupakan judul salah satu buku karya Ahmad Fuadi. Buku ini mampu menghipnotisku dengan cerita-cerita juang seorang pemuda. Perjalanannya dari desa menuju kota, kota hingga mancanegara. Tak kenal letih, tak kenal putus asa. Man jadda wajada yang bersemayam dalam dirinya. Ia merajut asa pun cinta sejatinya.

Alif lulusan Pondok Madani bertarung melawan kejamnya Jakarta. Surat lamaran kerja ia tebarkan hingga kemana-mana setelah ia lulus kuliah. Satu yang mampu merayu hatinya kantor Majalah 'Derap'. Sebuah media yang konon ditakuti para petinggi negeri. Tak memburu berita pasaran tetapi mengungkap kebenaran dan keadilan. Di kantor ini pula Alif mendapat gelar Doktor. Tak sendiri tetapi ditemani oleh rekannya Pasus. Pasus menyandang Doktor pertama. Sedangkan Alif menyandang Doktor kedua.

Mereka berkawan tak pandang perbedaan. Tiba seorang perempuan menjadi idaman para pria di kantornya, mereka tetap bersama. Perempuan itu bernama Dinara. Seorang reporter baru yang cantik, pintar, dan ramah. Alif juga tertambat hati dengannya. Pelan-pelan keduanya berjuang dan belajar bersama. Pertemuan ini ternyata sangat singkat hingga meninggalkan tanda tanya. Karena Alif yang tak lama di Derap mendapat beasiswa kuliah di George Washington University (GWU). Perjalanan yang begitu panjang berakhir pada satu misi yakni kembali.

Kisah juang dalam buku ini sangat mengalir bagai kehidupan nyata. Cerita di Derap membuatku merasakan susah senangnya jurnalistik memburu berita. Lengkap dengan persaingan diri yang tak henti-henti bersama kawan lama.

Ketika membaca buku ini aku pun langsung teringat dengan cerita seorang kawan di komunitas kepenulisan. Ia bercerita perjalanannya sebagai wartawan. Tiap wartawan mendapat tugas yang menantang dan berbeda di setiap minggunya. Siapa yang dapat menuntaskan tugasnya ia akan mendapat tambahan gaji. Apalagi hasil tulisannya bisa menjadi headline. Tentunya akan ada poin dan bonus di bulan selanjutnya. Cerita ini kurang lebih sama dengan jurnalistik Derap.

Rasa ingin tahuku tentang perjuangan wartawan pun telah tunai. Karena cerita dari kawan di komunitas kepenulisan dan novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi. Tak rugi jika kalian meresapi kalimat demi kalimat di dalamnya. Karena diriku yang tak tahu menjadi tahu. Kalian pun akan terpukau dan larut dalam kisahnya. Tak hanya bersoal dunia tetapi pertanggungjawaban kepada-Nya.

loading...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Kreatif, Lestarikan Budaya

Disbudpar Kota Blitar, Stakeholder, Batik Mawar Putih  Kita tidak asing lagi dengan kosakata ekonomi kreatif dan pelestarian budaya. Tingkatan pemerintah daerah mendorong program tersebut. Bagaimana tidak? Fasilitas berbagai agenda kebudayaan telah ada di Kota Blitar. Apalagi menjelang bulan pertengahan hingga akhir tahun, selalu disemarakkan dengan festival. Kali ini Zulfa Ilma Nuriana hadir bersama Ikla Harmoa dalam sarasehan stakeholder yang diselenggarakan oleh Disbudpar Kota Blitar. Mereka sebagai perwakilan Forum Lingkar Pena Blitar. Keseruan mengikuti agenda ini terwujud dalam sesi tanya jawab yang diawali dengan promosi company. Selain itu, usai agenda pun bisa berbincang dengan narasumber maupun yang lain. Agenda ini lebih hidup karena ada sesi belajar.  Sesi belajar atau umumnya dikatakan seminar ini bertajuk Strategi Industri Kreatif Lokal Menembus Pasar Global. Pematerinya ialah sepasang suami istri bernama Yogi Rosdianta dan Santika Mawar dari Batik Mawar Putih. Materi yan

Kereta Lagi, Kereta Terus

Pengambilan Foto di jalan Sultan Ahmed, Istanbul  Perjalanan pada Januari 2020 lalu begitu berkesan. Karena banyak hal yang dapat Zulfa eksplor di Türkiye, khususnya daerah Istanbul. Berbekal jiwa nekad dan ridho orang tua, Zulfa memberanikan diri untuk mengikuti agenda Konferensi Tingkat Tinggi. Bonusnya ia bisa extend 6 hari di Istanbul. Enaknya di kota ini kita kemana-mana dengan kereta. Ada kereta di jalan raya dan bawah tanah. Pemanfaatannya juga gampang yang penting punya saldo di Istanbul Card. Cukup padat transportasi umum dan pribadi. Karena selama di sini, Zulfa selalu menjumpai kendaraan. Tapi itu ada di jalan raya.  Jalan-jalan kecil hanya ada kendaraan pribadi. Bedanya budaya antri di Istanbul dan Blitar itu begitu kontras. Ketika Zulfa antri, ia hanya melihat sedikit tempat duduk untuk menunggu. Cukup kaget juga, ternyata lebih banyak antri berdiri dan tinggal masuk daripada duduk di kursi tunggu. Kala itu ia sempat berpikir, "Gercep amat orang-orang masuk ke kereta

Perburuan Tiket Konferensi di Türkiye

Zulfa Ilma Nuriana dalam Koran Jawa Pos tahun 2020 Tiket pesawat yang bikin jantung up and down . Belinya aja tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Hubungin banyak orang di tengah malam. Gak tahu gimana proses belinya. Jalan kepepet kulalui yakni beli pada agen tiket. Awalnya dapat tiket yang perlu transit. Tapi tiket tersebut terdahului oleh yang lain, aku pun dicarikan lagi. Syukur sekali aku justru dapat tiket yang pulang pergi tanpa transit dengan maskapai Turkish Airlines.  Perjalanannya pun juga tak singkat. Hampir 12 jam di dalam pesawat Turkish Airlines. Namun tak melelahkan karena fasilitasnya begitu baik. Kunikmati dengan mendengar murotal, lagu, mengamati langit, tidur, makan, ibadah, dan menonton film pada monitor atau TV kecil. Mau menyicil penelitian, tapi tak bisa karena melihat layar laptop bikin pusing. Sempat terjadi turbulence yang cukup lama. Alhamdulillah tidak begitu terasa guncangannya meski panik juga di awal.  Perjalanan menuju konferensi Istanbul Youth Sum