Langsung ke konten utama

Nikmatnya Es Drop Khas Blitar

 


Es Drop merupakan jajanan yang mudah Anda jumpai di Makam Bung Karno. Penyajiannya berbeda dari kebanyakan Es. Karena Es Drop ini dibungkus dengan kertas berwarna abu-abu. Varian rasanya cukup banyak. Mulai dari rasa strawberry, melon, coklat, vanilla, dan kacang hijau.

Bahan dasar Es Drop cukup sederhana seperti gula jawa dan santan. Kemudian dicetak memanjang ke bawah dan diberi lidi bambu di tengah sebagai stiknya. Para penjual Es Drop selalu menenteng maupun membawa termos yang identik dengan warna merah. Guna termos tersebut untuk mewadahi Es Drop yang mudah mencair supaya tidak mencair. 

Para pengunjung Makam Bung Karno tak jarang yang membeli es tersebut. Panas dan dahaga pada siang hari mendorong mereka untuk mencari minuman maupun es yang menyegarkan. Salah satunya Es Drop. 

Perilaku orang membeli Es ini dapat dianalisis dengan teori Sigmund Freud dengan aspek Id, Ego, dan Superego. Id berarti dorongan-dorongan pada diri untuk melakukan sesuatu. Ego adalah tindakan pemenuhan Id. Sedangkan superego sebagai pengatur ataupun pembatas ego dalam memenuhi Id. 

Apabila diuraikan akan seperti ini:
1. Keinginan orang untuk minum maupun mendapatkan Es sebagai Id.
2. Upaya pemenuhan keinginan sebagai Ego.
3. Pengaruh lingkungan masyarakat sebagai Supergo. Misalnya, Si Fulan ingin membeli Es Drop, namun rekannya sedang berpuasa. Sehingga ia mengurungkan niatnya untuk membeli Es Drop. Hal ini menunjukkan bahwa Supergo membatasi berkembangnya Id dan Ego. 

Cukup nikmat ya jika ilmu dapat diimplementasikan. Jadi, Anda akan berkurang rasa bosannya dalam belajar.  
loading...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Kreatif, Lestarikan Budaya

Disbudpar Kota Blitar, Stakeholder, Batik Mawar Putih  Kita tidak asing lagi dengan kosakata ekonomi kreatif dan pelestarian budaya. Tingkatan pemerintah daerah mendorong program tersebut. Bagaimana tidak? Fasilitas berbagai agenda kebudayaan telah ada di Kota Blitar. Apalagi menjelang bulan pertengahan hingga akhir tahun, selalu disemarakkan dengan festival. Kali ini Zulfa Ilma Nuriana hadir bersama Ikla Harmoa dalam sarasehan stakeholder yang diselenggarakan oleh Disbudpar Kota Blitar. Mereka sebagai perwakilan Forum Lingkar Pena Blitar. Keseruan mengikuti agenda ini terwujud dalam sesi tanya jawab yang diawali dengan promosi company. Selain itu, usai agenda pun bisa berbincang dengan narasumber maupun yang lain. Agenda ini lebih hidup karena ada sesi belajar.  Sesi belajar atau umumnya dikatakan seminar ini bertajuk Strategi Industri Kreatif Lokal Menembus Pasar Global. Pematerinya ialah sepasang suami istri bernama Yogi Rosdianta dan Santika Mawar dari Batik Mawar Putih. Materi yan

Kereta Lagi, Kereta Terus

Pengambilan Foto di jalan Sultan Ahmed, Istanbul  Perjalanan pada Januari 2020 lalu begitu berkesan. Karena banyak hal yang dapat Zulfa eksplor di Türkiye, khususnya daerah Istanbul. Berbekal jiwa nekad dan ridho orang tua, Zulfa memberanikan diri untuk mengikuti agenda Konferensi Tingkat Tinggi. Bonusnya ia bisa extend 6 hari di Istanbul. Enaknya di kota ini kita kemana-mana dengan kereta. Ada kereta di jalan raya dan bawah tanah. Pemanfaatannya juga gampang yang penting punya saldo di Istanbul Card. Cukup padat transportasi umum dan pribadi. Karena selama di sini, Zulfa selalu menjumpai kendaraan. Tapi itu ada di jalan raya.  Jalan-jalan kecil hanya ada kendaraan pribadi. Bedanya budaya antri di Istanbul dan Blitar itu begitu kontras. Ketika Zulfa antri, ia hanya melihat sedikit tempat duduk untuk menunggu. Cukup kaget juga, ternyata lebih banyak antri berdiri dan tinggal masuk daripada duduk di kursi tunggu. Kala itu ia sempat berpikir, "Gercep amat orang-orang masuk ke kereta

Perburuan Tiket Konferensi di Türkiye

Zulfa Ilma Nuriana dalam Koran Jawa Pos tahun 2020 Tiket pesawat yang bikin jantung up and down . Belinya aja tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Hubungin banyak orang di tengah malam. Gak tahu gimana proses belinya. Jalan kepepet kulalui yakni beli pada agen tiket. Awalnya dapat tiket yang perlu transit. Tapi tiket tersebut terdahului oleh yang lain, aku pun dicarikan lagi. Syukur sekali aku justru dapat tiket yang pulang pergi tanpa transit dengan maskapai Turkish Airlines.  Perjalanannya pun juga tak singkat. Hampir 12 jam di dalam pesawat Turkish Airlines. Namun tak melelahkan karena fasilitasnya begitu baik. Kunikmati dengan mendengar murotal, lagu, mengamati langit, tidur, makan, ibadah, dan menonton film pada monitor atau TV kecil. Mau menyicil penelitian, tapi tak bisa karena melihat layar laptop bikin pusing. Sempat terjadi turbulence yang cukup lama. Alhamdulillah tidak begitu terasa guncangannya meski panik juga di awal.  Perjalanan menuju konferensi Istanbul Youth Sum