Langsung ke konten utama

Tiga Tipe Pengaruh Sosial


Judul Film: Makro
Dipublikasikan Tahun: 2018
Produser:
-Rahmad Widiana 
-Rezha Sahhilny Amran 
Sutradara: Ferry Irwandi 
Asisten Sutradara: Alya Haniifah Shahnaz 
Penulis Naskah: Ferry Irwandi 
Talent: 
Audrey Ruth Selena Sebagai Audrey 
Ginda Sitorus Sebagai Dosen 
Karisa Elisabeth Dwita Marpaung Sebagai Risa 
Visi Gita Gemala Indrajaya Sebagai Visi Ignatius Bagas Septian Prihantyo Sebagai Bagas 
Shobibur Rohman Ghiffari Sebagai Shobi 


Film ini membahas tentang persepsi mahasiswa kepada pemerintah yang menerapkan kebijakan. Mahasiswa menyimpulkan bahwa pemerintah tidak tepat sasaran dalam menjalankan kebijakannya. Pada film ini juga terdapat beberapa tipe pengaruh sosial, antara lain conformity (konformitas), compliance (pemenuhan), dan obedience (kepatuhan). Tipe tersebut dapat dilihat dari adegan para talent. 

1. Konformitas

Konformitas merupakan tindakan individu yang mengubah sikap dan tingkah lakunya supaya sesuai dengan norma sosial yang ada. Konformitas dapat kita lihat pada tokoh Shobi. Shobi berperan sebagai mahasiswa yang tak memperlihatkan dirinya belajar tetapi dia dapat menjawab pertanyaan dari dosen. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya dia telah mengubah perilakunya karena adanya norma. Normanya yakni setiap pertemuan pertama Dosen, maka mahasiswa akan mendapat pertanyaan secara lisan dan menjawabnya. Norma tersebut mempengaruhi perilaku Shobi yang tak tampak belajar dan tidak peduli dengan perkuliahan menjadi berupaya untuk dapat menjawab atau melaksankan norma yang ada di perkuliahan Dosen tersebut.


2. Obedience 

Obedience berarti kepatuhan terhadap suatu hal karena adanya power. Namun, pada film ini talent yang bernama Bagas telah menolak obedience. Kita dapat melihatnya dari ketidaksetujuannya terhadap kebijakan pemerintah dalam pembangunan jalan di Papua. Dia beranggapan bahwa apa yang dilakukan pemerintah itu tidak tepat sasaran.

3. Compliance 

Compliance yakni sebuah usaha yang dilakukan oleh individu untuk memenuhi peraturan hukum, prosedur, maupun standar yang ada. Jika melihat film ini, kita dapat menjumpai tindakan complience pada tokoh Bagas. Mulanya Bagas tak setuju dengan kebijakan pemerintah tetapi setelah mendapat penjelasan dari salah satu mahasiswa tentang keadaan Papua berdasarkan pengalamannya dan penjelasan dari Pak Sitorus (Dosen), Bagas pun menerimanya walaupun tampak pada dirinya belum ada kepuasan.

Tiga tipe pengaruh sosial ini juga dapat kita lihat di lingkungan sekitar. Baik di keluarga, pendidikan, masyarakat, pemerintahan, maupun NGO (Non Goverment Organization). 

loading...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Kreatif, Lestarikan Budaya

Disbudpar Kota Blitar, Stakeholder, Batik Mawar Putih  Kita tidak asing lagi dengan kosakata ekonomi kreatif dan pelestarian budaya. Tingkatan pemerintah daerah mendorong program tersebut. Bagaimana tidak? Fasilitas berbagai agenda kebudayaan telah ada di Kota Blitar. Apalagi menjelang bulan pertengahan hingga akhir tahun, selalu disemarakkan dengan festival. Kali ini Zulfa Ilma Nuriana hadir bersama Ikla Harmoa dalam sarasehan stakeholder yang diselenggarakan oleh Disbudpar Kota Blitar. Mereka sebagai perwakilan Forum Lingkar Pena Blitar. Keseruan mengikuti agenda ini terwujud dalam sesi tanya jawab yang diawali dengan promosi company. Selain itu, usai agenda pun bisa berbincang dengan narasumber maupun yang lain. Agenda ini lebih hidup karena ada sesi belajar.  Sesi belajar atau umumnya dikatakan seminar ini bertajuk Strategi Industri Kreatif Lokal Menembus Pasar Global. Pematerinya ialah sepasang suami istri bernama Yogi Rosdianta dan Santika Mawar dari Batik Mawar Putih. Materi yan

Kereta Lagi, Kereta Terus

Pengambilan Foto di jalan Sultan Ahmed, Istanbul  Perjalanan pada Januari 2020 lalu begitu berkesan. Karena banyak hal yang dapat Zulfa eksplor di Türkiye, khususnya daerah Istanbul. Berbekal jiwa nekad dan ridho orang tua, Zulfa memberanikan diri untuk mengikuti agenda Konferensi Tingkat Tinggi. Bonusnya ia bisa extend 6 hari di Istanbul. Enaknya di kota ini kita kemana-mana dengan kereta. Ada kereta di jalan raya dan bawah tanah. Pemanfaatannya juga gampang yang penting punya saldo di Istanbul Card. Cukup padat transportasi umum dan pribadi. Karena selama di sini, Zulfa selalu menjumpai kendaraan. Tapi itu ada di jalan raya.  Jalan-jalan kecil hanya ada kendaraan pribadi. Bedanya budaya antri di Istanbul dan Blitar itu begitu kontras. Ketika Zulfa antri, ia hanya melihat sedikit tempat duduk untuk menunggu. Cukup kaget juga, ternyata lebih banyak antri berdiri dan tinggal masuk daripada duduk di kursi tunggu. Kala itu ia sempat berpikir, "Gercep amat orang-orang masuk ke kereta

Perburuan Tiket Konferensi di Türkiye

Zulfa Ilma Nuriana dalam Koran Jawa Pos tahun 2020 Tiket pesawat yang bikin jantung up and down . Belinya aja tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Hubungin banyak orang di tengah malam. Gak tahu gimana proses belinya. Jalan kepepet kulalui yakni beli pada agen tiket. Awalnya dapat tiket yang perlu transit. Tapi tiket tersebut terdahului oleh yang lain, aku pun dicarikan lagi. Syukur sekali aku justru dapat tiket yang pulang pergi tanpa transit dengan maskapai Turkish Airlines.  Perjalanannya pun juga tak singkat. Hampir 12 jam di dalam pesawat Turkish Airlines. Namun tak melelahkan karena fasilitasnya begitu baik. Kunikmati dengan mendengar murotal, lagu, mengamati langit, tidur, makan, ibadah, dan menonton film pada monitor atau TV kecil. Mau menyicil penelitian, tapi tak bisa karena melihat layar laptop bikin pusing. Sempat terjadi turbulence yang cukup lama. Alhamdulillah tidak begitu terasa guncangannya meski panik juga di awal.  Perjalanan menuju konferensi Istanbul Youth Sum