Langsung ke konten utama

Generasi Z: Ancaman atau Peluang?


Kalian pasti tidak asing lagi dengan kata Pre-Boomer, Baby Boomer, Generasi X, Milenial, Generasi Z, dan Post Generasi Z. Tapi, akankah kalian tahu presentase penduduk dari tiap kategori tersebut? 

Sesuai dengan data Badan Pusat Statistik per 21 Januari 2021, jumlah penduduk bertambah 32,56 juta jiwa dibandingkan sensus penduduk 2010. Lebih rinci dalam presentase tiap-tiap kategori dapat kalian lihat pada info grafis di bawah ini;

Sumber: Berita Resmi Statistik No. 07/01/Th. XXIV, 21 Januari 2021 https://www.bps.go.id/galeri

Jika kalian amati lebih dalam, Generasi Z menempati presentase tertinggi dengan 27,94% dari jumlah penduduk Indonesia. Tentu hal ini menjadi tantangan maupun peluang untuk bangsa Indonesia. Jangan kalian sampai salah memahami antara Generasi Z dengan Milenial.

Siapa sih Generasi Z itu? Kerap kali penyebutan generasi usia ini dimasukkan pada kategori Milenial. Padahal Generasi Z adalah generasi yang lahir mulai dari tahun 1997 hingga 2012. Sedangkan Milenial ialah mereka yang lahir pada tahun 1981 hingga 1996. Ternyata masih banyak ya yang keliru menyebut remaja Milenial. Harusnya kalian menyebutnya Generasi Z.

Sudah tahu kan siapa yang dikatakan Generasi Z. Mari kita menilik kriteria Generasi Z sebelum beranjak menganalisis tantangan dan peluang yang akan dihadapi bangsa Indonesia karena melimpahnya generasi tersebut. Kriteria Generasi Z menurut Elizabeth (2015: 20) antara lain: 
1. Ambisi untuk sukses begitu besar 
2. Tendensi praktis dan instan  
3. Suka kebebasan dan percaya diri tinggi 
4. Suka dengan hal-hal detail 
5. Kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan begitu besar
6. Digital native 

Jika kriteria tersebut dikaitkan dengan jumlah Generasi Z Indonesia yang meledak, hal ini akan memunculkan tantangan dan peluang untuk bangsa Indonesia. Tantangan Indonesia dari karakteristik yang dimiliki Generasi Z seperti tercerabutnya jangkar kebudayaan dan ketidakstabilan psikologis semakin meningkat. Tercerabutnya jangkar kebudayaan ini tak lain karena krisis identitas yang terjadi pada generasi Indonesia. Krisis identitas didorong oleh keterbukaan generasi dan kemampuan mudah menerima terhadap berbagai pandangan dan pola pikir. 

Tantangan lainnya seperti ketidakstabilan psikologis disebabkan dari menurunnya kemampuan mengelola stress. Ketidakstabilan psikologis didukung oleh data yang dilaporkan Stress in AmericaTM 2020: A National Mental Health Crisis yang rilis pada bulan Oktober. Pada sub laporan dengan judul YOUNG AMERICANS CONTINUE TO STRUGGLE dijelaskan bahwa Generasi Z dewasa (46%) adalah generasi yang paling banyak kemungkinan mengatakan bahwa kesehatan mental mereka memburuk dibandingkan sebelum pandemi.

Tantangan-tantangan tersebut dapat dikurangi dengan generasi Z berupaya mengenali diri sendiri, meningkatkan kegiatan sosial, mempelajari kebudayaan lokal dan meningkatkan literasi. Kemudian peluang yang dapat dioptimalkan yakni kecakapan tekhnologi, kemampuan toleransi yang tinggi, berpikir kritis dan kecakapan bermedia sosial. 

Referensi

Badan Pusat Statistik. 2021. Galeri. Badan Pusat Statistik. Diakses pada 2021, https://www.bps.go.id/galeri

Rakhmah, D. N. 2021. Gen Z Dominan, Apa Maknanya bagi Pendidikan Kita?. Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses pada 2021, https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/produk/artikel/detail/3133/gen-z-dominan-apa-maknanya-bagi-pendidikan-kita

Santosa, Elizabeth T. 2015. Raising Children in Digital Era. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Stress in AmericaTM. 2020. One Year Later, A New Wave of Pandemic Health Concerns. American Psychological Association. Diakses pada 2021, https://www.apa.org/news/press/releases/stress/2021/one-year-pandemic-stress

loading...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Kreatif, Lestarikan Budaya

Disbudpar Kota Blitar, Stakeholder, Batik Mawar Putih  Kita tidak asing lagi dengan kosakata ekonomi kreatif dan pelestarian budaya. Tingkatan pemerintah daerah mendorong program tersebut. Bagaimana tidak? Fasilitas berbagai agenda kebudayaan telah ada di Kota Blitar. Apalagi menjelang bulan pertengahan hingga akhir tahun, selalu disemarakkan dengan festival. Kali ini Zulfa Ilma Nuriana hadir bersama Ikla Harmoa dalam sarasehan stakeholder yang diselenggarakan oleh Disbudpar Kota Blitar. Mereka sebagai perwakilan Forum Lingkar Pena Blitar. Keseruan mengikuti agenda ini terwujud dalam sesi tanya jawab yang diawali dengan promosi company. Selain itu, usai agenda pun bisa berbincang dengan narasumber maupun yang lain. Agenda ini lebih hidup karena ada sesi belajar.  Sesi belajar atau umumnya dikatakan seminar ini bertajuk Strategi Industri Kreatif Lokal Menembus Pasar Global. Pematerinya ialah sepasang suami istri bernama Yogi Rosdianta dan Santika Mawar dari Batik Mawar Putih. Materi yan

Kereta Lagi, Kereta Terus

Pengambilan Foto di jalan Sultan Ahmed, Istanbul  Perjalanan pada Januari 2020 lalu begitu berkesan. Karena banyak hal yang dapat Zulfa eksplor di Türkiye, khususnya daerah Istanbul. Berbekal jiwa nekad dan ridho orang tua, Zulfa memberanikan diri untuk mengikuti agenda Konferensi Tingkat Tinggi. Bonusnya ia bisa extend 6 hari di Istanbul. Enaknya di kota ini kita kemana-mana dengan kereta. Ada kereta di jalan raya dan bawah tanah. Pemanfaatannya juga gampang yang penting punya saldo di Istanbul Card. Cukup padat transportasi umum dan pribadi. Karena selama di sini, Zulfa selalu menjumpai kendaraan. Tapi itu ada di jalan raya.  Jalan-jalan kecil hanya ada kendaraan pribadi. Bedanya budaya antri di Istanbul dan Blitar itu begitu kontras. Ketika Zulfa antri, ia hanya melihat sedikit tempat duduk untuk menunggu. Cukup kaget juga, ternyata lebih banyak antri berdiri dan tinggal masuk daripada duduk di kursi tunggu. Kala itu ia sempat berpikir, "Gercep amat orang-orang masuk ke kereta

Perburuan Tiket Konferensi di Türkiye

Zulfa Ilma Nuriana dalam Koran Jawa Pos tahun 2020 Tiket pesawat yang bikin jantung up and down . Belinya aja tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Hubungin banyak orang di tengah malam. Gak tahu gimana proses belinya. Jalan kepepet kulalui yakni beli pada agen tiket. Awalnya dapat tiket yang perlu transit. Tapi tiket tersebut terdahului oleh yang lain, aku pun dicarikan lagi. Syukur sekali aku justru dapat tiket yang pulang pergi tanpa transit dengan maskapai Turkish Airlines.  Perjalanannya pun juga tak singkat. Hampir 12 jam di dalam pesawat Turkish Airlines. Namun tak melelahkan karena fasilitasnya begitu baik. Kunikmati dengan mendengar murotal, lagu, mengamati langit, tidur, makan, ibadah, dan menonton film pada monitor atau TV kecil. Mau menyicil penelitian, tapi tak bisa karena melihat layar laptop bikin pusing. Sempat terjadi turbulence yang cukup lama. Alhamdulillah tidak begitu terasa guncangannya meski panik juga di awal.  Perjalanan menuju konferensi Istanbul Youth Sum