Langsung ke konten utama

Boarding Pass dan Paspor Dunia


Dari yang tidak tahu menjadi tahu. Anak pemakan beras bulog merangkak untuk mendapat yang dia tidak ketahui. Seseorang berkata padanya, "sepertinya itu boarding pass". Dia diam dan bingung.

Itu adalah perkataan dari seorang teman di SMA. Karena kebingungannya membuatnya ingin tahu lebih jauh lagi. Ia meminta penjelasan yang lebih detail. Ya walaupun sudah dijelaskan ternyata dia masih belum paham juga.

Sejak itulah si anak pemakan beras bulog berandai-andai bisa tahu boarding pass yang dimaksud.

Di lain waktu, ia membaca sebuah artikel yang menjelaskan tugas dari dosen. Pada artikel tersebut dosen memberikan tugas untuk semua Mahasiswanya. Cukup sederhana dan membuat sontak seluruh Mahasiswa. Tugas itu hanya satu yakni membuat paspor. Banyak Mahasiswa yang bertanya-tanya.

Lantas Dosen pun menjelaskan apabila kalian sudah memiliki paspor tersebut, maka dunia ada di genggamanmu. Tapi, sertai dengan ilmu yang kamu miliki. Artikel yang dia baca kurang lebih menjelaskan seperti itu.

Hal itu membuatnya terus dihantui oleh  dua benda yang saling berhubungan.

Ketika dia SMA banyak hal yang membuatnya berubah. Seorang Guru Bahasa Indonesia memiliki peran utama atas perubahan itu. Walaupun beliau tidak mengetahui. Perlahan-lahan ia menyimpan dan mencuri setiap kata-kata motivasi yang gurunya katakan.

Pembelajaran yang beda membuatnya tidak merasa asing lagi dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Ya, karena setiap siswanya selesai ujian. Beliau selalu mengadakan sesi motivasi di ruang yang beda.

Para siswa diperlihatkan video, kisah menarik, serta rujukan untuk membaca buku-buku motivasi. Di situ juga beliau menceritakan istrinya yang dapat kuliah ke luar negeri.

Awalnya si anak ini tidak ada keinginan atau pandangan untuk bisa ke luar negeri. Tapi, sejak mendapat banyak dorongan dari guru tersebut dirinya mulai membuat agenda. Walaupun masih ragu juga.

Berbagai cara ia lakukan. Mulai mencari informasi beasiswa, event, pembuatan paspor, dan lomba. Tak lama setelah ia lulus SMA dan sudah masuk perkuliahan, ia dapat informasi yang menarik.

Agustus ia memulai perkuliahan, September ia mendapatkan informasinya. Tentunya ia takut untuk bisa berlanjut. Karena itu nanti bisa terus membayanginya selama kuliah. Tapi, ia berusaha untuk bisa membagi pikirannya. Ya, pada faktanya pun tidak bisa.

Semester 1 nya di perkuliahan cukup memberi banyak ia pelajaran. Bagaimana tidak ia harus aktif di beberapa komunitas yang telah ia masuki semenjak kelas 12 SMA.

Bukan hanya itu, ia harus mengutamakan kuliahnya. Karena kuliah udah tekad utamanya untuk bisa mengubahnya. 

Boarding pass dan paspor yang sedari SMA menjadi bayang-bayangnya, di semester 1 itulah ia berjuang untuk mendapatkannya. Di mulai dari paspor. Sisa tabungan sejak SD yang sudah dia pakai untuk pendaftaran kuliah ia gunakan untuk membuat paspor.

Lagi-lagi harus berhadapan dengan IT. Awalnya udah mau nyerah aja. Tapi, dia bangkit lagi karena merasa sudah ada langkah dekat untuk bisa mencapainya.

Awalnya ia mengira langsung daftar ke imigrasi ternyata sesampainya di imigrasi gatot (gagal total). Berkas yang sudah ia bawa tidak dapat diproses. Mau diproses gimana coba, dia aja belum daftar di akun pelayanan pembuatan paspor.

Jadi, dia harus daftar dulu di aplikasi pelayanan pembuatan paspor. Di aplikasi itu juga ia harus mengisi mulai data diri pribadi hingga memilih lokasi imigrasi. Nah, ada triknya sendiri untuk bisa mendapat jadwal yang pas.

Oh iya, pertama kali ia ke imigrasi dia mendapat banyak informasi dan bertingkah konyol di depan petugas imigrasi. Di ruang informasi dia diarahkan untuk membuka aplikasi tersebut di hp. Hmm, cukup lama mikir. Kemudian, berucap ke petugasnya kalau dia tidak punya kuota. Hal itu membuatnya malu. Tapi mau gimana lagi ia harus tahu cara memakai aplikasi itu. Alhasil, hp petugas ngehospotin hp nya.

Petugas pun memberi trik mudah untuk mendapat jadwal. Triknya yakni pilihlah jadwal di Minggu pertama atau Minggu kedua. Karena Minggu ketiga dan keempat selalu padat. "Pantas saja ketika aku mencoba gagal terus," cakap anak itu dalam hati. Akhirnya ia memahami setiap langkahnya.

Kesulitan di awal sudah tidak ia dapati lagi. Tinggal ia menunggu jadwal pemrosesan di kantor imigrasi. Karena ia sudah berhasil daftar dan memilih jadwal.

Tibanya pemrosesan di imigrasi, ia harus menggandakan berkas. Ukurannya sesuai dengan permintaan kantor imigrasi. Okelah, berkas yang sudah digandakan sebelumnya tidak berguna. Ya mungkin bisalah dipakai bungkus kacang rebus. Tidak menunggu lama proses pembuatan paspor berakhir. Mulai dari daftar akun, memilih jadwal, dan pembuatan hanya memakan waktu kurang dari satu Minggu. Trik dari petugas ia laksanakan. Paspor pun ada di tangan.

Beranjak pembelian tiket pesawat. Berbulan-bulan untuk bisa mendapatkan dananya. Akhirnya di bulan Januari ia berhasil mengumpulkannya. Proses pembelian tiket pun cukup menegangkan. Kurang dari 5 hari jadwal kegiatan.

Rabu Malam tanggal 22 Januari 2020 ia harus sigap dan cepat mencari tiket dengan dibantu agent penjual tiket. Hingga berkali-kali ganti jenis pesawat supaya dapat harga yang sesuai budget. Syukurlah di tengah malam penuh kesunyian ia mendapatkan tiket. Tertera di tiketnya tanggal 26 Januari 2020 ia harus melakukan penerbangan dari Jakarta ke Istanbul.

Di tanggal 24 Januari 2020 ia punya satu agenda yang tida bisa ditinggalkan. Tidak tahu kenapa dia sulit untuk tidak menghadiri kegiatan itu. Perjalanan ia lakukan sore hari bersama Bapaknya. Sepanjang perjalanan terguyur hujan.

Pikirnya kala itu ketika sampai di daerah hutan ia tidak bisa kembali lagi. Sambaran petir dimana-mana. Jalan tertutup lumpur dari longsoran tanah pegunungan. Sebelumnya, di daerah bawah (kota) jalan sudah banjir. Jadi, ketika ia di hutan sangat menggigil. Hanya ada satu motor di depannya. Hal itu cukup membuat ia lega. Tetapi, tetaplah khawatir karena hp hampir kehabisan baterai. Di perjalanan yang cukup membuat was-was. Ia sempat terjatuh dari motor. Untungnya tidak jatuh ke kanan. Karena sisi kanan adalah jurang.

Setelah keluar dari hutan itu, ia harus bertanya-tanya lokasi kegiatan. Supaya segera tahu lokasi tepatnya. Google maps tidak berlaku karena tidak ada sinyal.

Perjalanan panjang itu pun berlalu. Sampai di lokasi sekitar pukul 8 malam. Ia bersyukur, bisa bertemu dengan kawan-kawan hebat dan tangguh. Kegiatan nasional yang memberi banyak pelajaran, harus berjuang untuk bisa sampai di lokasinya. Serta, ia pun salut pada kawan-kawannya dari berbagai daerah di Indonesia telah berkumpul dan melakukan penggodokan ilmu di sana. Namun sayangnya ia tidak bisa lama di sana. Karena tanggal 25 Januari 2020 malam ia harus melakukan perjalanan dari Blitar ke Jakarta.

Akhirnya ia dan Bapaknya melakukan perjalanan pulang. Mulai pukul 12 malam hingga pukul 4 pagi. Tidak sempat untuk tidur. Jadi, ketika di bonceng Bapaknya ia sering tertidur. Sesampainya di rumah dia seperti orang linglung (bingung).

Waktu yang tersisa ia manfaatkan untuk menyiapkan barang yang akan dibawa ke luar negeri. Detik demi detik berlalu. Malam telah bercumbu. Ia pun bergegas ke stasiun. Sampailah ia di stasiun Blitar. Perjalanan ia lalui sendiri. Bapak dan Ibunya tampak dari luar pintu stasiun. Lantas jadwal keberangkatan pun sudah berada di depan mata.

Ia masuk di dalam kereta. Orang tuanya di luar entah menatapnya atau tidak. Harapannya ia bisa sampai dan kembali dengan selamat.

Pada tanggal 26 Januari 2020 pukul 9.49, ia sampai stasiun pasar senen, Jakarta. Kemudian ia berlanjut menggunakan KRL ke stasiun duri. Dari stasiun duri langsung ke Bandara CGK tepatnya terminal 3. Pukul 18.30 ia pun melakukan check in bersama teman kegiatan yang bertemunya di bandara. Di situlah ia dapatkan kartu boarding pass yang sesungguhnya. Berakhir juga rasa penasaran yang menghantuinya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Kreatif, Lestarikan Budaya

Disbudpar Kota Blitar, Stakeholder, Batik Mawar Putih  Kita tidak asing lagi dengan kosakata ekonomi kreatif dan pelestarian budaya. Tingkatan pemerintah daerah mendorong program tersebut. Bagaimana tidak? Fasilitas berbagai agenda kebudayaan telah ada di Kota Blitar. Apalagi menjelang bulan pertengahan hingga akhir tahun, selalu disemarakkan dengan festival. Kali ini Zulfa Ilma Nuriana hadir bersama Ikla Harmoa dalam sarasehan stakeholder yang diselenggarakan oleh Disbudpar Kota Blitar. Mereka sebagai perwakilan Forum Lingkar Pena Blitar. Keseruan mengikuti agenda ini terwujud dalam sesi tanya jawab yang diawali dengan promosi company. Selain itu, usai agenda pun bisa berbincang dengan narasumber maupun yang lain. Agenda ini lebih hidup karena ada sesi belajar.  Sesi belajar atau umumnya dikatakan seminar ini bertajuk Strategi Industri Kreatif Lokal Menembus Pasar Global. Pematerinya ialah sepasang suami istri bernama Yogi Rosdianta dan Santika Mawar dari Batik Mawar Putih. Materi yan

Kereta Lagi, Kereta Terus

Pengambilan Foto di jalan Sultan Ahmed, Istanbul  Perjalanan pada Januari 2020 lalu begitu berkesan. Karena banyak hal yang dapat Zulfa eksplor di Türkiye, khususnya daerah Istanbul. Berbekal jiwa nekad dan ridho orang tua, Zulfa memberanikan diri untuk mengikuti agenda Konferensi Tingkat Tinggi. Bonusnya ia bisa extend 6 hari di Istanbul. Enaknya di kota ini kita kemana-mana dengan kereta. Ada kereta di jalan raya dan bawah tanah. Pemanfaatannya juga gampang yang penting punya saldo di Istanbul Card. Cukup padat transportasi umum dan pribadi. Karena selama di sini, Zulfa selalu menjumpai kendaraan. Tapi itu ada di jalan raya.  Jalan-jalan kecil hanya ada kendaraan pribadi. Bedanya budaya antri di Istanbul dan Blitar itu begitu kontras. Ketika Zulfa antri, ia hanya melihat sedikit tempat duduk untuk menunggu. Cukup kaget juga, ternyata lebih banyak antri berdiri dan tinggal masuk daripada duduk di kursi tunggu. Kala itu ia sempat berpikir, "Gercep amat orang-orang masuk ke kereta

Perburuan Tiket Konferensi di Türkiye

Zulfa Ilma Nuriana dalam Koran Jawa Pos tahun 2020 Tiket pesawat yang bikin jantung up and down . Belinya aja tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Hubungin banyak orang di tengah malam. Gak tahu gimana proses belinya. Jalan kepepet kulalui yakni beli pada agen tiket. Awalnya dapat tiket yang perlu transit. Tapi tiket tersebut terdahului oleh yang lain, aku pun dicarikan lagi. Syukur sekali aku justru dapat tiket yang pulang pergi tanpa transit dengan maskapai Turkish Airlines.  Perjalanannya pun juga tak singkat. Hampir 12 jam di dalam pesawat Turkish Airlines. Namun tak melelahkan karena fasilitasnya begitu baik. Kunikmati dengan mendengar murotal, lagu, mengamati langit, tidur, makan, ibadah, dan menonton film pada monitor atau TV kecil. Mau menyicil penelitian, tapi tak bisa karena melihat layar laptop bikin pusing. Sempat terjadi turbulence yang cukup lama. Alhamdulillah tidak begitu terasa guncangannya meski panik juga di awal.  Perjalanan menuju konferensi Istanbul Youth Sum