Langsung ke konten utama

Çok Soğuk


Di benua Eropa terangkum kejutan nyata. Kutemukan kawan di detik-detik perpisahan. Harapan dan doa tetap kupanjatkan di setiap jalan. Dingin membekukan kaki tuk berjalan. Tetapi, dingin mendekatkanku pada kisah perjuangan.

Di lain negara, respon tubuh tak lagi sama. Cuaca paling dingin di Indonesia kurasakan di puncak bedugul, Bali. Di perjalanan membuatku tak berkutik. Sulit untuk bernapas. Terkadang batuk yang tak lepas. Di saat yang lain keluar melihat suasana sore di kapal. Aku hanya terdiam di dalam bus bersama dengan bus-bus lain yang ada di kapal.

Namun, semua itu tak kurasakan di Turki. Suhu dingin yang paling rendah yang kudapati di negara ini adalah 3 derajat celcius. Tepat di pagi hari setelah sholat subuh. Respon tubuh hanya kedinginan. Tak lebih seperti di puncak bedugul. Alhamdulillah, dapat merasakan musim dingin di Istanbul.

Pertemuan singkat yang memberi banyak amanat. Aku sempat berkenalan dengan perempuan Turki di dekat jembatan Bosphorus. Tepatnya di tepi selat Bosphorus. Awalnya mereka orangnya dingin. Tapi, perlahan bisa berbincang dengan santai. Walaupun dengan google translate. Karena ketika aku dan temanku mencoba berkenalan dengan Bahasa Inggris mereka tidak paham.

Sebelum kehadiran mereka, aku dan empat kawanku sedang asik di tepi selat. Di situ perbincangan layaknya keluarga terjadi dengan hangat. Padahal perkenalanku dengan empat kawan baru ini belum begitu lama. Eropa memberikan romansa cinta. Cinta terhadap-Nya dan makhluk-Nya. Awal yang tampak cuek-cuek ternyata menipu. Setelah saling kenal, aku dan empat kawanku pun banyak bicara.

Syukurnya kutemui kawan yang memberi banyak pelajaran. Perjuangan dari masing-masing untuk sampai di tempat tujuan. Berikan kesan dan tangisan. Sampai jumpa di tempat lain kawan. Rajut asa dan ceritamu.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Kreatif, Lestarikan Budaya

Disbudpar Kota Blitar, Stakeholder, Batik Mawar Putih  Kita tidak asing lagi dengan kosakata ekonomi kreatif dan pelestarian budaya. Tingkatan pemerintah daerah mendorong program tersebut. Bagaimana tidak? Fasilitas berbagai agenda kebudayaan telah ada di Kota Blitar. Apalagi menjelang bulan pertengahan hingga akhir tahun, selalu disemarakkan dengan festival. Kali ini Zulfa Ilma Nuriana hadir bersama Ikla Harmoa dalam sarasehan stakeholder yang diselenggarakan oleh Disbudpar Kota Blitar. Mereka sebagai perwakilan Forum Lingkar Pena Blitar. Keseruan mengikuti agenda ini terwujud dalam sesi tanya jawab yang diawali dengan promosi company. Selain itu, usai agenda pun bisa berbincang dengan narasumber maupun yang lain. Agenda ini lebih hidup karena ada sesi belajar.  Sesi belajar atau umumnya dikatakan seminar ini bertajuk Strategi Industri Kreatif Lokal Menembus Pasar Global. Pematerinya ialah sepasang suami istri bernama Yogi Rosdianta dan Santika Mawar dari Batik Mawar Putih. Materi yan

Kereta Lagi, Kereta Terus

Pengambilan Foto di jalan Sultan Ahmed, Istanbul  Perjalanan pada Januari 2020 lalu begitu berkesan. Karena banyak hal yang dapat Zulfa eksplor di Türkiye, khususnya daerah Istanbul. Berbekal jiwa nekad dan ridho orang tua, Zulfa memberanikan diri untuk mengikuti agenda Konferensi Tingkat Tinggi. Bonusnya ia bisa extend 6 hari di Istanbul. Enaknya di kota ini kita kemana-mana dengan kereta. Ada kereta di jalan raya dan bawah tanah. Pemanfaatannya juga gampang yang penting punya saldo di Istanbul Card. Cukup padat transportasi umum dan pribadi. Karena selama di sini, Zulfa selalu menjumpai kendaraan. Tapi itu ada di jalan raya.  Jalan-jalan kecil hanya ada kendaraan pribadi. Bedanya budaya antri di Istanbul dan Blitar itu begitu kontras. Ketika Zulfa antri, ia hanya melihat sedikit tempat duduk untuk menunggu. Cukup kaget juga, ternyata lebih banyak antri berdiri dan tinggal masuk daripada duduk di kursi tunggu. Kala itu ia sempat berpikir, "Gercep amat orang-orang masuk ke kereta

Perburuan Tiket Konferensi di Türkiye

Zulfa Ilma Nuriana dalam Koran Jawa Pos tahun 2020 Tiket pesawat yang bikin jantung up and down . Belinya aja tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Hubungin banyak orang di tengah malam. Gak tahu gimana proses belinya. Jalan kepepet kulalui yakni beli pada agen tiket. Awalnya dapat tiket yang perlu transit. Tapi tiket tersebut terdahului oleh yang lain, aku pun dicarikan lagi. Syukur sekali aku justru dapat tiket yang pulang pergi tanpa transit dengan maskapai Turkish Airlines.  Perjalanannya pun juga tak singkat. Hampir 12 jam di dalam pesawat Turkish Airlines. Namun tak melelahkan karena fasilitasnya begitu baik. Kunikmati dengan mendengar murotal, lagu, mengamati langit, tidur, makan, ibadah, dan menonton film pada monitor atau TV kecil. Mau menyicil penelitian, tapi tak bisa karena melihat layar laptop bikin pusing. Sempat terjadi turbulence yang cukup lama. Alhamdulillah tidak begitu terasa guncangannya meski panik juga di awal.  Perjalanan menuju konferensi Istanbul Youth Sum