Langsung ke konten utama

Titik Balik Sebuah Mimpi


Kesulitan dan cobaan akan membawa kita pada banyak kejutan-kejutan yang tak terduga jika kita ikhlas, penuh kesabaran, terus berikhtiar dan tak pernah mengeluh dalam menjalaninya. -Panji Ramdana 


Buku yang telah membersamaiku selama masa gelap itu. Jika waktu diulur mundur banyak berbagai pergolatan hati menguasai diri. Terkadang sulit untuk mengontrolnya. Tetapi ada satu hal yang sederhana dan mampu meluruhkan segala emosi jiwa.

Sebuah bola menjadi awal dari semua. Ketika kumulai suka hingga terluka cukup lama. Di masa kecil suka dengan bola yang dimainkan oleh sepupu. Ada tambahan bumbu merasuk pada kalbu. Bola yang lebih besar kutemui. 

Ring yang tinggi memberi kesan tersendiri. Lapangan, bola, ring yang semua milik anak bos. Selagi saya sebagai anak buruh, ya malu ingin meminjam bola itu. Cukup kupandangi dan berharap suatu hari nanti bisa memainkannya.

Dunia berputar begitu cepat. Aku pun masuk SMPN 1 Srengat. Tatapanku tertuju pada sebuah lapangan yang terletak dekat pintu gerbang sekolah. Lantas aku pun mengambil esktra basket.

Dengan begitu aku bisa lebih mengenal bola yang di waktu kecil hanya bisa kupandangi. Latihan satu minggu tiga kali. Terkadang aku pun menambah jadwal malam untuk bisa lebih cepat memainkannya. Hujan pun tak menjadi halangan untuk latihan. Teman-teman yang antusias membuatku tetap semangat.

Di kala terdengar suara petir kami pun minggir. Jika sudah reda kembali lagi ke lapangan. Rasa suka mengalahkan panas dan haus. Jika mampu mengontrol diri pun bisa lebih fokus.

Lomba basket pun aku ikuti. Aku memiliki postur yang paling kecilnak di tim itu. Tapi, semangatku masih terus mengalir deras. Tak peduli perkataan di luar lapangan. Terpenting fokus pada pertandingan. Kalah menang itu hal biasa. Apresiasi yang utama pada proses mencapainya. Siapa yang bertahan dan mampu memperjuangkan itulah yang terbaik.

Sampai di masa SMA diri semakin dilema. Tetap dengan itu atau harus mengubah objek kegiatan. Akhirnya kuputuskan tetap mengambil itu tapi rasa memang sudah mulai beda.

Di akhir tahun 2017 lah bukti dari rasa itu menjadi nyata. Perubahan yang terjadi pada diri pun terasa sangat cepat dan cukup penat. Cukup penat karena sebuah harapan yang telah terajut kemudian terputus begitu saja tanpa ada penjelasan. Penolakan terus kulakukan hingga diam-diam melakukan kegiatan yang sudah tidak diperbolehkan. Namun, kenyataan tak berpihak padaku. Aku harus melepaskannya dengan sangat terpaksa.

Pelarian kekecawaan pun pada tulisan. Catatan harian yang penuh dengan pemberontakan. Depresi sering terjadi dan tindakan bodoh hampir kulalui. Semenjak itu, kegiatan di sekolah tak lagi teratur. Tidur di kelas tiba-tiba. Hingga banyak Guru yang menasehatiku. Perhatian itu seperti tak ada rasa lagi. Semua terasa hambar.

Hingga ketemui buku yang mampu mengubah luka menjadi makna. Hasil dari penelusuran lomba puisi di instagram. Lantas perjalanan di dunia mayaku tertahan oleh akun bernama melodi dalam puisi. Buku yang berjudul Menggapai Mimpi berada di bilik-bilik akun instagramnya.

Buku itu mengajarkan arti keikhlasan. Perjalanan yang begitu panjang dan penuh pengorbanan. Seorang pemimpi membuka hati tuk melangkah lagi. Penggambaran jelas bahwa setiap berhak untuk bermimpi. 

Kekecewaan pun mulai tertepis walau kadang masih menangis. Kunci sederhana dibalik ini semua ternyata ikhlas. Ketika kubelum ikhlas dengan sebuah hal, aku tak merasakan kenikmatan dari-Nya. Walaupun Allah telah memberikan limpahan rezeki. Namun, rasa ikhlas yang mulai subur dalam hati membuka segala emosi menjadi rezeki. Tak lagi kutemui rasa ingin mengakhiri diri. Justru kebaikan terus menghampiri. 



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Kreatif, Lestarikan Budaya

Disbudpar Kota Blitar, Stakeholder, Batik Mawar Putih  Kita tidak asing lagi dengan kosakata ekonomi kreatif dan pelestarian budaya. Tingkatan pemerintah daerah mendorong program tersebut. Bagaimana tidak? Fasilitas berbagai agenda kebudayaan telah ada di Kota Blitar. Apalagi menjelang bulan pertengahan hingga akhir tahun, selalu disemarakkan dengan festival. Kali ini Zulfa Ilma Nuriana hadir bersama Ikla Harmoa dalam sarasehan stakeholder yang diselenggarakan oleh Disbudpar Kota Blitar. Mereka sebagai perwakilan Forum Lingkar Pena Blitar. Keseruan mengikuti agenda ini terwujud dalam sesi tanya jawab yang diawali dengan promosi company. Selain itu, usai agenda pun bisa berbincang dengan narasumber maupun yang lain. Agenda ini lebih hidup karena ada sesi belajar.  Sesi belajar atau umumnya dikatakan seminar ini bertajuk Strategi Industri Kreatif Lokal Menembus Pasar Global. Pematerinya ialah sepasang suami istri bernama Yogi Rosdianta dan Santika Mawar dari Batik Mawar Putih. Materi yan

Kereta Lagi, Kereta Terus

Pengambilan Foto di jalan Sultan Ahmed, Istanbul  Perjalanan pada Januari 2020 lalu begitu berkesan. Karena banyak hal yang dapat Zulfa eksplor di Türkiye, khususnya daerah Istanbul. Berbekal jiwa nekad dan ridho orang tua, Zulfa memberanikan diri untuk mengikuti agenda Konferensi Tingkat Tinggi. Bonusnya ia bisa extend 6 hari di Istanbul. Enaknya di kota ini kita kemana-mana dengan kereta. Ada kereta di jalan raya dan bawah tanah. Pemanfaatannya juga gampang yang penting punya saldo di Istanbul Card. Cukup padat transportasi umum dan pribadi. Karena selama di sini, Zulfa selalu menjumpai kendaraan. Tapi itu ada di jalan raya.  Jalan-jalan kecil hanya ada kendaraan pribadi. Bedanya budaya antri di Istanbul dan Blitar itu begitu kontras. Ketika Zulfa antri, ia hanya melihat sedikit tempat duduk untuk menunggu. Cukup kaget juga, ternyata lebih banyak antri berdiri dan tinggal masuk daripada duduk di kursi tunggu. Kala itu ia sempat berpikir, "Gercep amat orang-orang masuk ke kereta

Perburuan Tiket Konferensi di Türkiye

Zulfa Ilma Nuriana dalam Koran Jawa Pos tahun 2020 Tiket pesawat yang bikin jantung up and down . Belinya aja tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Hubungin banyak orang di tengah malam. Gak tahu gimana proses belinya. Jalan kepepet kulalui yakni beli pada agen tiket. Awalnya dapat tiket yang perlu transit. Tapi tiket tersebut terdahului oleh yang lain, aku pun dicarikan lagi. Syukur sekali aku justru dapat tiket yang pulang pergi tanpa transit dengan maskapai Turkish Airlines.  Perjalanannya pun juga tak singkat. Hampir 12 jam di dalam pesawat Turkish Airlines. Namun tak melelahkan karena fasilitasnya begitu baik. Kunikmati dengan mendengar murotal, lagu, mengamati langit, tidur, makan, ibadah, dan menonton film pada monitor atau TV kecil. Mau menyicil penelitian, tapi tak bisa karena melihat layar laptop bikin pusing. Sempat terjadi turbulence yang cukup lama. Alhamdulillah tidak begitu terasa guncangannya meski panik juga di awal.  Perjalanan menuju konferensi Istanbul Youth Sum