Langsung ke konten utama

Pancasila dalam Dunia Pendidikan



Pancasila merupakan dasar falsafah 
Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Pancasila juga sebagai alat pemersatu bangsa. Pembentuk atau pencipta Pancasila bukan Bung Karno. Bung Karno hanya salah seorang penggali dari nilai-nilai Pancasila. 

Kehidupan bangsa Indonesia sangat
memerlukan implementasi nyata dari nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Nilai tersebut mencerminkan kepribadian asli masyarakat Indonesia. Nilai yang dimaksud seperti norma dan etika. Kesatuan yang utuh dan bulat terangkum dalam Pancasila. Apabila nilai-nilainya diterapkan akan membentuk pola sikap, pikir, dan tindakan yang baik serta memberikan arah kepada masyarakat Indonesia.

Namun, posisi Pancasila saat ini seolah berada diambang kebingungan. Penafsiran-penafsiran baru di masa ini bukan menguatkan melainkan melemahkan. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila sendiri yang semakin luntur akan mendorong kemrosotan moral bangsa. Padahal Pancasila sebagai filter dalam hidup berbangsa dan bernegara. 

Penanaman nilai-nilai Pancasila perlu terus digencarkan bukan hanya rencana program saja tetapi aktualisasi nyata. Perkembangan teknologi ditimpali dengan Pandemi Covid-19 membuat perubahan secara drastis di seluruh dunia. Tantangan yang mulanya hanya teknologi, saat ini ditambah dengan kesehatan diri.

Batasan-batasan berkegiatan pun terjadi. Mulai diwajibkan menggunakan masker hingga jaga jarak. Stigma negatif semakin marak di masyarakat. Manusia yang sejatinya makhluk sosial menjadi lebih tersistemasi oleh protokol kesehatan. Kepekaan dan rasa kepedulian menjadi pudar. Seperti halnya adanya gawai membuat orang lalai dengan kawan di depannya. Sibuk berinteraksi di dunia maya. Itu hanyalah contoh kecil sebelum terjadi Pandemi Covid-19.

Teknologi seperti mata pisau. Apabila diterapkan secara tepat dia akan memberi manfaat. Namun, sebalikanya jika salah penggunaan hanya akan ada kebinasaan. Di sinilah nilai-nilai Pancasila harus terus ditanamkan.

Apalagi saat ini semua kegiatan dialihkan pada dunia teknologi. Contohnya pelaksanaan seminar tatap muka menjadi webinar, pelajaran tatap muka menjadi googleclassroom, dan masih banyak lagi. Hal ini tentunya termasuk tantangan utamanya di dunia pendidikan. 

Transformasi pendidikan yang terjadi secara cepat yang tidak diimbangi dengan penanaman nilai-nilai Pancasila akan menyisakan buih di lautan. Tantangan terus menyerang, tetapi pemerintahan tampak bimbang. Nasib penerus bangsa seperti tinggal bayang-bayang.

Pendidikan Jarak Jauh di masa pandemi membuat Siswa dan Mahasiswa merasa bosan. Dominasi jawaban adalah bosan, tidak memahami materi, dan membuat kelelahan. Mata pelajaran ataupun mata kuliah yang terus dijejalkan seolah menjadi beban. Ketimpangan yang terjadi ini seharusnya cepat ditangani. 

Protokol kesehatan memang penting tetapi jangan lupa keadaan moral dan psikis siswa maupun mahasiswa. Sulianti (2018: 111), menyatakan bahwa Pendidikan nasional merupakan pendidikan yang didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berakar pada nilai agama, kebudayaan, nilai-nilai Pancasila dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman yang tujuannya adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik itu sosial, spiritual, dan intelektual, serta professional dalam bidang ke ilmuannya. Pandemi Covid-19 tidak boleh mengikis peran pendidikan yang telah diupayakan sebelumnya.  

Pancasila sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Karena Pancasila merupakan dasar bagi bangsa Indonesia dalam menata pendidikan sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Indonesia tahun 1945. Dengan ini program Merdeka Belajar yang juga sudah diterapkan di masa pandemi harus terus mengilhami nilai-nilai Pancasila bukan hanya mencetak generasi cerdas, inovatif, dan kreatif.

Penerapan nilai-nilai Pancasila harus terus diterapkan dengan mengikuti tranformasi zaman. Jangan biarkan teknologi melunturkan sifat kemanusiaan serta moral siswa maupun mahasiswa. Pelafalan sila di dalam Pancasila yang biasanya diterapkan secara tatap muka harus tetap dilakukan. Dunia digital yang tak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila pun semakin gencar untuk menggerogoti generasi Ibu Pertiwi.

Ketakutan dan ketidakpedulian semakin tinggi. Tidak cukup mencetak generasi pintar dan berintelektual. Tetapi, generasi yang peduli dan bermoral tinggi. Pendidikan yang menjadi garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila haruslah mampu mengikuti transformasi zaman yang cepat. 

Pancasila yang digali dari nilai-nilai dalam masyarakat Indonesia harus tetap ditanamkan jangan dilupakan. Walaupun di perguruan tinggi tidak diwajibkan untuk menyanyikan lagu kebangsaan dan membunyikan sila-sila dalam Pancasila seharusnya Mahasiswa tetap mengilhami maknanya. Mahasiswa harus mampu menjadi garda terdepan dalam menyalurkan ilmu yang telah didapatkan.

Kita tahu bahwa pendidikan jarah jauh membuat banyak siswa yang terputus sekolah. Oleh karena itu, Mahasiswa perlu membuat sebuah inovasi baru untuk membantu masalah di daerahnya. Serta, melancarkan penanaman nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda setelahnya. 

Kemajuan bangsa Indonesia terdapat dalam genggaman tangan penerus bangsa. Di sini sinergitas seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan. Bukan lagi bersoal ke-akuan tetapi menerapkan nilai kegotongroyongan dalam pendidikan. Konsep yang terancang rapi tidak akan terealisasi jika tidak ada konsolidasi dari seluruh lini penduduk Ibu Pertiwi.
loading...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Kreatif, Lestarikan Budaya

Disbudpar Kota Blitar, Stakeholder, Batik Mawar Putih  Kita tidak asing lagi dengan kosakata ekonomi kreatif dan pelestarian budaya. Tingkatan pemerintah daerah mendorong program tersebut. Bagaimana tidak? Fasilitas berbagai agenda kebudayaan telah ada di Kota Blitar. Apalagi menjelang bulan pertengahan hingga akhir tahun, selalu disemarakkan dengan festival. Kali ini Zulfa Ilma Nuriana hadir bersama Ikla Harmoa dalam sarasehan stakeholder yang diselenggarakan oleh Disbudpar Kota Blitar. Mereka sebagai perwakilan Forum Lingkar Pena Blitar. Keseruan mengikuti agenda ini terwujud dalam sesi tanya jawab yang diawali dengan promosi company. Selain itu, usai agenda pun bisa berbincang dengan narasumber maupun yang lain. Agenda ini lebih hidup karena ada sesi belajar.  Sesi belajar atau umumnya dikatakan seminar ini bertajuk Strategi Industri Kreatif Lokal Menembus Pasar Global. Pematerinya ialah sepasang suami istri bernama Yogi Rosdianta dan Santika Mawar dari Batik Mawar Putih. Materi yan

Kereta Lagi, Kereta Terus

Pengambilan Foto di jalan Sultan Ahmed, Istanbul  Perjalanan pada Januari 2020 lalu begitu berkesan. Karena banyak hal yang dapat Zulfa eksplor di Türkiye, khususnya daerah Istanbul. Berbekal jiwa nekad dan ridho orang tua, Zulfa memberanikan diri untuk mengikuti agenda Konferensi Tingkat Tinggi. Bonusnya ia bisa extend 6 hari di Istanbul. Enaknya di kota ini kita kemana-mana dengan kereta. Ada kereta di jalan raya dan bawah tanah. Pemanfaatannya juga gampang yang penting punya saldo di Istanbul Card. Cukup padat transportasi umum dan pribadi. Karena selama di sini, Zulfa selalu menjumpai kendaraan. Tapi itu ada di jalan raya.  Jalan-jalan kecil hanya ada kendaraan pribadi. Bedanya budaya antri di Istanbul dan Blitar itu begitu kontras. Ketika Zulfa antri, ia hanya melihat sedikit tempat duduk untuk menunggu. Cukup kaget juga, ternyata lebih banyak antri berdiri dan tinggal masuk daripada duduk di kursi tunggu. Kala itu ia sempat berpikir, "Gercep amat orang-orang masuk ke kereta

Perburuan Tiket Konferensi di Türkiye

Zulfa Ilma Nuriana dalam Koran Jawa Pos tahun 2020 Tiket pesawat yang bikin jantung up and down . Belinya aja tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Hubungin banyak orang di tengah malam. Gak tahu gimana proses belinya. Jalan kepepet kulalui yakni beli pada agen tiket. Awalnya dapat tiket yang perlu transit. Tapi tiket tersebut terdahului oleh yang lain, aku pun dicarikan lagi. Syukur sekali aku justru dapat tiket yang pulang pergi tanpa transit dengan maskapai Turkish Airlines.  Perjalanannya pun juga tak singkat. Hampir 12 jam di dalam pesawat Turkish Airlines. Namun tak melelahkan karena fasilitasnya begitu baik. Kunikmati dengan mendengar murotal, lagu, mengamati langit, tidur, makan, ibadah, dan menonton film pada monitor atau TV kecil. Mau menyicil penelitian, tapi tak bisa karena melihat layar laptop bikin pusing. Sempat terjadi turbulence yang cukup lama. Alhamdulillah tidak begitu terasa guncangannya meski panik juga di awal.  Perjalanan menuju konferensi Istanbul Youth Sum