Kupatan sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Indonesia. Filosofi jawa dan Islam telah disandangnya. Ketupat sendiri berasal dari beras yang dibungkus dengan janur atau daun muda kelapa. Daun tersebut dianyam hingga membentuk belah ketupat.
Kupat kependekan dari laku papat atau empat perbuatan. Empat perbuatan yang dimaksud sebagai berikut:
a. Lebaran yang berasal dari kata lebar dengan arti usai atau selesai. Maksudnya, lebaran merupakan tanda berakhirnya muslim menjalankan puasa di bulan Ramadhan.
b. Luberan yang berasal dari kata luber dengan arti meluap atau melimpah. Luberan di sini dimaknai sebagai ajakan untuk berbagi rizki dengan berzakat dan bersedekah kepada mereka yang berhak menerima.
c. Leburan yang berasal dari kata lebur dengan arti melebur atau menghancurkan. Leburan ini dapat diwujudkan dengan tindakan meminta maaf atas kesalahan yang disengaja maupun tidak. Peleburan ini bertujuan untuk menghancurkan atau menghapus dosa dengan saling memaafkan.
d. Laburan yang berasal dari kata labur atau melabur yakni kegiatan memutihkan dinding. Laburan dimaksudkan supaya manusia selalu menjaga kesucian baik secara lahiriah maupun batiniah.
Kupatan di berbagai daerah dilaksanakan dengan cara yang berbeda-beda. Hal ini dapat memperlihatkan corak budaya di tiap-tiap daerah pula. Daerah yang berdekatan belum tentu bercorak sama. Daerah yang berjarak jauh pun belum tentu memiliki perbedaan yang kentara. Seperti ke 5 daerah di Jawa Timur ini.
1. Blitar
Semarak kupatan di Blitar tak pernah surut. Tradisi yang sudah melekat ini akan terus mewangi. Pelaksanaan kupatan tidak hanya di rumahan tetapi juga di masjid maupun mushola. Kupat disajikan dengan sayur lodeh dan bubuk kedelai.
Apabila dilaksanakan di rumahan, tiap rumah membagikan kupat beserta pelengkapnya ke tetangga sekitar rumah. Sedangkan yang dibawa ke masjid maupun mushola, akan melalui proses doa bersama kemudian dimakan bersama.
2. Tulungagung
Kupatan di Lingkungan 07, RT 001/RW 001, Desa Ngunut, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung sangat unik. Walau lingkungan yang beragam agamanya, kerukunan tetap terjaga. Pelaksanaan kupatan pun bermacam-macam. Ada yang di rumah, mushola maupun masjid, dan di tepi jalan.
Kupat yang disuguhkan di tepi jalan itu warganya bebas mengambil. Sedangkan yang dilaksanakan di masjid maupun mushola, diawali doa bersama kemudian makan kupat bersama. Masakan yang disajikan dangan kupat, tak beda jauh dengan Blitar yakni sayur lodeh.
3. Kediri
Tradisi kupatan di Dusun Pandan, Desa Canggu, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri dilakukan pada hari ke 7 Hari Raya Idul Fitri. Kupat yang sudah dibuat tiap rumah warga nantinya dibawa ke masjid atau mushola. Kemudian ada kegiatan berdoa bersama yang dipimpin oleh sesepuh desa. Setelah selesai berdoa, kupat dapat dimakan bersama-sama maupun dibawa pulang.
Kupat di Dusun Pandan ini biasanya disajikan dengan opor ayam namun lebih sering sayur lodeh dan lepet. Lepet adalah makanan dari ketan yang dicampur dengan kelapa dan dibungkus dengan janur.
4. Lamongan
Kupat di Dusun Jegreg, Desa Jegreg RT 08/RW 03 Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan kerap kali disajikan dengan sayur lodeh dan lontong kecap. Bubuk kedelai tidak digunakan, berbeda dengan Blitar.
Isi masakan pelengkapnya biasanya terong, pepaya (kates), nangka muda (tewel), kluweh, labu, dan lain-lain. Terdapat lauknya juga seperti tempe, telur, tahu, dan ikan. Selain itu, ada pula lepet dan alu-alu. Alu-alu ini berbahan dasar ketan yang dibungkus daun pisang.
5. Madiun
Dusun Sawahan RT 15/RW 06 Desa Dagangan, Kec. Dagangan, Kab. Madiun untuk pelaksanaannya tak begitu banyak perbedannya dengan Kabupaten Kediri. Tiap rumah membawa ketupat sesuai informasi yang diberikan. Ketupat yang sudah dibawa kemudian dikumpulkan ke panitia untuk diiris. Kupatan dilaksanakan di masjid dengan tahlil, mauidhoh hasanah, dan doa bersama. Kemudian ketupat dapat dimakan bersama.
Berbagai perbedaan pelaksanaan kupatan ini tidak menjadi penghalang melainkan bentuk keragaman pada budaya dan tradisi di Indonesia. Jangkar kebudayaan harus terus dikokohkan. Jangan sampai kita yang muda tak mempedulikan jati diri bangsa Indonesia.
Sumber Referensi
Narasumber
1. Afia Rizqi Tazkya, Madiun
2. M Rifki Maulana, Kediri
3. Ushwatun Khasanah, Lamongan
4. Atha Kurnia Esa P. S., Tulungagung
5. Ravika Alvin Puspitasari, Blitar
Amin, K. & GP, M.A.S. 2018. Ensiklopedi Islam Nusantara edisi budaya. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementrian Agama RI.
loading...
Komentar
Posting Komentar