Langsung ke konten utama

Reuni: Bukan Ajang Pamer Pencapaian Diri



Reuni sejatinya pertemuan kembali setelah lama tidak bertemu untuk memperkuat silaturahmi. Namun, sering kali reuni dijadikan momentum menyombongkan diri atas pencapaiannya. Tindakan seperti inilah yang dapat memunculkan kesalahpahaman dalam memaknai reuni. Dampaknya pun tak hanya satu atau dua saja.

Ketika diri sudah tertanam kalau reuni sebagai ajang menonjolkan pencapaian, maka silaturahmi tidak akan terjalin kuat. Kalaupun menambah silaturahmi pasti ujung-ujungnya cari untung duniawi. Apapun pencapaian kita ya itu sekedar titipan. Apa sih yang patut dibanggakan pada diri kita?

Tangan, kaki, mulut, dan organ tubuh lainnya itu sebagai ladang berbuat baik. Tapi, orang sering terlena dengan pernak-pernik dunia. Ok saja jika menunjukkan pencapaian, tapi untuk memotivasi rekan yang lain. Bukan malah saling menjatuhkan. 

Reuni itu sederhana. Tapi, yang membuat berat dan ribet itu diri kita sendiri. Takut akan hal yang belum tentu terjadi. Ragu dengan diri sendiri. 

Datang ke reuni nggak ya? Pacar belum punya, apalagi istri. Temen yang ditemui juga gak ada. Motorku biasa aja. Kerjaan cuma ke sana ke mari. Apa yang mau dibanggakan? 

Kalau masih ada pikiran kayak gitu, hapus aja deh. Jadilah dirimu sendiri. Jangan menuntut diri untuk memenuhi penilaian orang lain. Selagi kita masih dapat berbagi, itu sangatlah cukup. Tak perlu bingung dalam berbagi. Karena berbagi itu tidak mahal. Ya seperti halnya berbagi ilmu. 

Jika masih ada kecewa dengan teman lama, coba deh inget-inget perbuatan baiknya. Kalau terus mengorek keburukannya, pasti seseringnya dia berbuat baik tak akan tampak. Nikmati reuni untuk memperkuat silaturahmi. Masih memelihara dendam? Buang ajalah, bisa bikin penyakit!


loading...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Kreatif, Lestarikan Budaya

Disbudpar Kota Blitar, Stakeholder, Batik Mawar Putih  Kita tidak asing lagi dengan kosakata ekonomi kreatif dan pelestarian budaya. Tingkatan pemerintah daerah mendorong program tersebut. Bagaimana tidak? Fasilitas berbagai agenda kebudayaan telah ada di Kota Blitar. Apalagi menjelang bulan pertengahan hingga akhir tahun, selalu disemarakkan dengan festival. Kali ini Zulfa Ilma Nuriana hadir bersama Ikla Harmoa dalam sarasehan stakeholder yang diselenggarakan oleh Disbudpar Kota Blitar. Mereka sebagai perwakilan Forum Lingkar Pena Blitar. Keseruan mengikuti agenda ini terwujud dalam sesi tanya jawab yang diawali dengan promosi company. Selain itu, usai agenda pun bisa berbincang dengan narasumber maupun yang lain. Agenda ini lebih hidup karena ada sesi belajar.  Sesi belajar atau umumnya dikatakan seminar ini bertajuk Strategi Industri Kreatif Lokal Menembus Pasar Global. Pematerinya ialah sepasang suami istri bernama Yogi Rosdianta dan Santika Mawar dari Batik Mawar Putih. Materi yan

Kereta Lagi, Kereta Terus

Pengambilan Foto di jalan Sultan Ahmed, Istanbul  Perjalanan pada Januari 2020 lalu begitu berkesan. Karena banyak hal yang dapat Zulfa eksplor di Türkiye, khususnya daerah Istanbul. Berbekal jiwa nekad dan ridho orang tua, Zulfa memberanikan diri untuk mengikuti agenda Konferensi Tingkat Tinggi. Bonusnya ia bisa extend 6 hari di Istanbul. Enaknya di kota ini kita kemana-mana dengan kereta. Ada kereta di jalan raya dan bawah tanah. Pemanfaatannya juga gampang yang penting punya saldo di Istanbul Card. Cukup padat transportasi umum dan pribadi. Karena selama di sini, Zulfa selalu menjumpai kendaraan. Tapi itu ada di jalan raya.  Jalan-jalan kecil hanya ada kendaraan pribadi. Bedanya budaya antri di Istanbul dan Blitar itu begitu kontras. Ketika Zulfa antri, ia hanya melihat sedikit tempat duduk untuk menunggu. Cukup kaget juga, ternyata lebih banyak antri berdiri dan tinggal masuk daripada duduk di kursi tunggu. Kala itu ia sempat berpikir, "Gercep amat orang-orang masuk ke kereta

Perburuan Tiket Konferensi di Türkiye

Zulfa Ilma Nuriana dalam Koran Jawa Pos tahun 2020 Tiket pesawat yang bikin jantung up and down . Belinya aja tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Hubungin banyak orang di tengah malam. Gak tahu gimana proses belinya. Jalan kepepet kulalui yakni beli pada agen tiket. Awalnya dapat tiket yang perlu transit. Tapi tiket tersebut terdahului oleh yang lain, aku pun dicarikan lagi. Syukur sekali aku justru dapat tiket yang pulang pergi tanpa transit dengan maskapai Turkish Airlines.  Perjalanannya pun juga tak singkat. Hampir 12 jam di dalam pesawat Turkish Airlines. Namun tak melelahkan karena fasilitasnya begitu baik. Kunikmati dengan mendengar murotal, lagu, mengamati langit, tidur, makan, ibadah, dan menonton film pada monitor atau TV kecil. Mau menyicil penelitian, tapi tak bisa karena melihat layar laptop bikin pusing. Sempat terjadi turbulence yang cukup lama. Alhamdulillah tidak begitu terasa guncangannya meski panik juga di awal.  Perjalanan menuju konferensi Istanbul Youth Sum