Langsung ke konten utama

Postingan

Gegayuhan Si Pemakan Beras Bulog

Pengkerdilan sebuah gegayuhan  Tak bisa dielakkan  Katanya untuk kepemudaan  Tapi nyatanya manipulasi peradaban  Tipu muslihat tak bermartabat  Si pendebat menjadi hebat  Si pengikut tetaplah kecut  Bangsa semakin carut marut  Si pemakan beras bulog tak mau diam  Melihat bangsa semakin kelam  Melihat budaya semakin tenggelam  Katanya Merdeka?  Gegayuhan pun terus dikerat  Tak boleh menjulang hebat  Namun, si pemakan beras bulog tak kurang siasat  Tuk terus mengobarkan semangat demi terwujudnya tekad  Dalam dirinya, darah mengalir deras hanya untuk negeri  Tak peduli caci maki  Terus mendompleng seni tuk kuatkan jati diri  Jati diri pemudi bumi pertiwi  Hingga bukan hanya suara yang fatamorgana Tapi wujud nyata budaya yang menjelma  Menjelma menjadi penggerak pemuda nusantara  Tuk jadikan negara Merdeka, jiwa raga  Karena budaya sejatinya tumbuh dan berkembang pada suatu bangsa Tindakan dari olah rasa dan karsa 

Tuan Puisi

Sedikit yang kutahu Kau perangkai huruf-huruf yang bisu Menjadi klausa yang bersuara Tak romantis tapi Kritis! Suara tiap baitnya menggelora Jiwa-jiwa lemah pun tergugah Tuk terus mengalirkan semangat megah Puisi-puisi seperti petisi Bukan bermodal benci Tapi, kejujuran diri Tuk keadilan di bumi pertiwi Blitar, 28 April 2020

Suara Seni di Tengah Pandemi

Yogyakarta memberikan arti seni yang sesungguhnya. Apresiasi tinggi terhadap seni telah bergaung lama. Saya pun membuktikan kebenaran cerita dan berbagai berita tentang Jogja. Pertama kali saya ke Jogja tanggal 2 Juni 2018 bertujuan menimba ilmu seni. Kekaguman terhadap daerah ini terus mewarnai diri. Benar adanya seni terremajakan di sini. Dalam perjalanan menuju rumah Maestro Djokopekik, mata terus menyoroti karya seni di pinggir jalan. Tembok-tembok dipenuhi mural yang unik dan menarik. Suguhan yang jarang saya temui di daerah lain. Suatu waktu saya berkesempatan untuk membuat sketsa di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY). Tak sendiri karena bersama teman-teman pelajar yang terpilih dari berbagai sekolah di Indonesia. Kami pun langsung bergegas mencari objek untuk disket. Rasa ragu-ragu mulai menyelimuti diri saya. Tetapi, melihat semangat teman-teman, saya pun melawan rasa itu. Mulailah saya membuat sket di daerah pintu masuk pasar ini. Momen yang ditangkap haru

Tong-Tong Kosong

Tong-tong berbunyi nyaring Tak ada penghuni yang bergeming Dimanakah penghuninya? Tak kusangka penghuninya hilang Tidak! Tidak hilang! Para penghuni telah menjadi bukit Menebar bibit penyakit Tak ada beda, semua menjadi satu Bau busuk menyarang dihadapanku Siapa berulah? Tak mau berbenah Sedikit ulah, berdampak megah Ya! Sangatlah megah Manusia mampu mengikis habis Hingga alam terluka tapi tak menangis Mau menasehati tapi tak ditanggapi Mau memaki tapi hati masih punya kasih sesama insani Mirisnya tong-tong kopong Mirisnya tanaman pot berbunga plastik Tong hanya bengong Tanaman tak bisa berkutik Kemana insan yang bermoral dan berbudi? Hilang dibalik kehancuran bumi Alangkah baik kau tampakkan diri Jangan bersembunyi Bawa bumi kembali asri Hilangkan ego diri Alam menanti tulus hati pemuda pemudi Tuk membumi hijaukan NKRI   Blitar, 16 April 2019

Juang yang Terngiang

Tak terasa sudah lama kisahmu Tetapi, terngiang selalu Perjuangan yang kau berikan kala itu terus menyeru dan memburu langkahku Harapanku, di pagi sayup ini Cukup sederhana Bumi Pertiwi jadilah tanah yang suci Bukan tanah yang penuh dusta Retorika terkadang membuatku gerah Bumi Pertiwipun sudah jengah Tapi, para borjuis tetap sumringah Tak peduli buminya telah berdarah Ya Allah, Berikan kekuatan pada hamba-Mu tuk kembalikan bumi menjadi suci Jika tak banyak yang mengerti Ku tak peduli Cukup satu tapi memberi perubahan yang pasti Seperti dulu, Engkau berikan Kartini pada Bumi Pertiwi Kartini, Kau tetap perempuan sejati Di kala kaummu tertindas dan tak berarti Niatmu yang tiada dusta Berikan semangat juang generasi Bumi Pertiwi tercinta Nyata dan tetap mengalir walau kau tiada Blitar, 21 April 2020

Dialog Malam Bersamamu

Aku: "Apa kabar masa lalu? Semoga kau sehat selalu. Prosesnya lama ya untuk sampai sini?" Masa Lalu: "Aku baik, udah tahu kan kalau lama. Maka dari itu jangan berhenti. Terus jalan aja niatkan karena-Nya. Pasti mudah untuk mencapainya. Hargai perjalananmu sampai sini ya. Jangan ingat aku yang dulu pernah membuatmu terpuruk." Aku: "Maaf, aku akan mengingatmu. Karenamu aku belajar artinya kehidupan." Blitar, 10 April 2020

Tepat 2 Tahun yang Lalu

Indahnya Kasih Sayang “Ibu, aku pulang.” Tidak ada jawaban Dengan rasa senang kuberlari menuju ruang tamu, di mana Ibu biasa bercengkerama denganku. Ruangan tampak sepi dan kosong. Aku mencari ke setiap sudut rumah, namun tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Hanya ada selembar kertas yang ada di atas meja ruang tamu. Ternyata itu adalah surat untukku. -Untuk Adek- Adek, maaf Ibu tidak bisa menemani liburanmu. Saat ini, Ibu berada di kota menjenguk Ayahmu. Kira-kira satu Minggu Ibu meninggalkanmu. Tetapi jangan khawatir dek, selama satu Minggu ini adek di rumah akan ada yang menemani. Ada seorang anak kota yang akan tinggal di rumah kita. Dia ingin merasakan sejuknya desa. Semoga adek bisa lebih akrab dengannya ya.  -Ibu-  “Kenapa selalu di saat aku pulang, Ibu nggak ada di rumah. Menyebalkan.” Aku menggerutu tak jelas.  Jilbab, tas, jam tangan, dan segala asesoris yang memberatkan diri ini aku lepaskan. Dan segera aku menuju kamar untuk mere