Langsung ke konten utama

Postingan

Sastra dibalik Alam

Seorang yang suka dengan perubahan. Tetapi tak ingin meninggalkan diri dalam keramaian. Larik-larik sajak tertuang dengan penuh kisah. Alam membungkus semua yang rekayasa menjadi nyata. Sastra yang ditemuinya bukan sekedar kata. Tetapi sastra yang bersuara. Tak lihai dan tak begitu pandai dalam merangkai kata. Perjalanan yang sering dilalui dengan penuh keegoisan. Dekati alam menjauhi keramaian. Itu hal yang paling ia sukai. Keterasingan menurutnya berada dalam keramaian yang penuh kemunafikan. Kejujuran ia dapatkan di alam. Perjalanan mencapai puncak harus dilaluinya dengan beradu di jalan. Jalan-jalan yang cukup terjal segan untuk mempercepat kematian motor. Ya, mesin yang sudah berbau dan ditambah dengan knalpot yang panas. Namun, di setiap jalan rasa lelah tak begitu menjalar. Karena kanan kiri tanaman meramu kesejukan. Gelak tawa bersama kedua orang tua menambah kebahagiaan. Rasa syukur terus terucap di setiap jalan terjal. Tak jarang harus turun dari motor karena jalanan tidak be

Kacamata Kehidupan di Indonesia

Pandemi Covid-19 seakan mengubah mindset pribadi. Dulu, lama di dalam rumah lalu keluar memiliki nuansa sama. Namun, untuk saat ini beda. Ada berbagai pertanyaan yang terkumpul pada benakku. Pos-pos kampling yang dulunya reot sekarang berfungsi kembali. Penjagaan di setiap lingkungan RT/RW begitu ketat. Di desaku yang mulanya tidak ada palang pintu di perbatasan, sekarang menjadi ada. Palang pintu sederhana dari pring petuk (bambu besar) yang di cat merah putih. Ramadan yang hampir usai menyiratkan segala pesan. Bingung antara mau memberikan senyuman atau tangisan. Rasa syukur masih lebih mendominasi. Lingkungan yang tampak asri membuat diri semakin terwarnai. Masih bisa menyambut pagi dengan cuitan burung-burung yang terbang ke sana ke mari. Di setiap pagi, kudapati kesejukan jasmani dan rohani. Namun, di sebuah perjalanan mengantar sembako, mataku terus tertuju kepada mereka yang tak mentaati. Ya, berlalu-lalang tanpa menggunakan masker. Pasti sulit bagi manusia untuk tidak be

Titik Balik Sebuah Mimpi

Kesulitan dan cobaan akan membawa kita pada banyak kejutan-kejutan yang tak terduga jika kita ikhlas, penuh kesabaran, terus berikhtiar dan tak pernah mengeluh dalam menjalaninya. -Panji Ramdana   Buku yang telah membersamaiku selama masa gelap itu. Jika waktu diulur mundur banyak berbagai pergolatan hati menguasai diri. Terkadang sulit untuk mengontrolnya. Tetapi ada satu hal yang sederhana dan mampu meluruhkan segala emosi jiwa. Sebuah bola menjadi awal dari semua. Ketika kumulai suka hingga terluka cukup lama. Di masa kecil suka dengan bola yang dimainkan oleh sepupu. Ada tambahan bumbu merasuk pada kalbu. Bola yang lebih besar kutemui.  Ring yang tinggi memberi kesan tersendiri. Lapangan, bola, ring yang semua milik anak bos. Selagi saya sebagai anak buruh, ya malu ingin meminjam bola itu. Cukup kupandangi dan berharap suatu hari nanti bisa memainkannya. Dunia berputar begitu cepat. Aku pun masuk SMPN 1 Srengat. Tatapanku tertuju pada sebuah lapangan yang terletak dekat pintu gerba

Turbe of Sultan Ahmed Khan

Singkat waktu di wilayah Sultanahmed tercatat pada angan penulis. Sebuah kesempatan yang entah bisa terulang ataupun tidak. Penulis berusaha untuk membingkai beberapa catatan kecil yang diperoleh ketika menyusuri negeri Dua Benua. Salah satunya dengan berziarah ke makam keluarga Sultan Ahmed Khan. Di sini penulis merasakan hal yang beda. Mulai masuk ke makam hingga ke luar. Adapun sejarah yang teringkas sebagai berikut; The 14th Ottoman Sultan, Sultan Ahmed I, was the son of Sultan Mehmed III, and Handan Sultan. Sultan Ahmed I, the first Ottoman sultan who ascended the throne without going to starboard, changed the Ottoman succession system and brought the Akbar and Erşed system. He also wrote poems under the pseudonym "Bahti". The turbe in Sultanahmet Islamic-Ottoman Complex had been started to be built after his death and was completed in 1619 by Sultan Osman II. Sultan Ottoman ke-14, Sultan Ahmed I, adalah putra Sultan Mehmed III. Sultan Ahmed I adalah Sultan Ottoman p

Palang Pintu Hatimu

Ada waktu yang beranjak semu Tiada rasa palsu tentang dirimu Jalan-jalan tertutup palang pintu Tetapi, luka yang kau beri tak kan tandingi syukurku Jika kau menangis aku pun lebih teriris Mulutku terbungkam Bukan berarti ku tak peduli Tapi, tak mampu tuk berucap berkali-kali Cukup hati yang saling mengerti Tak perlu banyak berucap janji Maaf, jika kau tak mampu memahamiku Ku tak memaksa akan hal itu Percayalah, Ibu, kutitipkan doa di setiap sujudku Bapak pun peduli akan rasamu Maaf ku tak mampu jaga hatimu Semoga waktu meluluhkan jiwamu Tuk mendengar lirih suara hatiku Sekejap tanpa kata ini cukup menyiksaku Palang pintu hatimu pasti kan terbuka kembali, untuk kami yang selalu menanti Blitar, 13 Mei 2020

Memoar

Diamku tak bisa tutupi rindu Semua terputar dan terus melaju Adakah romansa biru? Bukan, ternyata itu kalbu Perseteruan yang tak henti Memoar itu merasuk hati Bukan benci Tapi, rasa ingin kembali Maaf ucapku menghianati rasa Susah tuk melafalkan kata cinta Namun, doa tetap terajut dalam asa yang tak kenal pagi maupun senja Di rumah-Nya kutitipkan semua Seberapa lama kumelangkah Kuharap tak hanya langkahku yang menuai berkah Tak kesengajaan berikan kesan Jalan-Nya perlahan melekatkan Blitar, 11 Mei 2020

Çok Soğuk

Di benua Eropa terangkum kejutan nyata. Kutemukan kawan di detik-detik perpisahan. Harapan dan doa tetap kupanjatkan di setiap jalan. Dingin membekukan kaki tuk berjalan. Tetapi, dingin mendekatkanku pada kisah perjuangan. Di lain negara, respon tubuh tak lagi sama. Cuaca paling dingin di Indonesia kurasakan di puncak bedugul, Bali. Di perjalanan membuatku tak berkutik. Sulit untuk bernapas. Terkadang batuk yang tak lepas. Di saat yang lain keluar melihat suasana sore di kapal. Aku hanya terdiam di dalam bus bersama dengan bus-bus lain yang ada di kapal. Namun, semua itu tak kurasakan di Turki. Suhu dingin yang paling rendah yang kudapati di negara ini adalah 3 derajat celcius. Tepat di pagi hari setelah sholat subuh. Respon tubuh hanya kedinginan. Tak lebih seperti di puncak bedugul. Alhamdulillah, dapat merasakan musim dingin di Istanbul. Pertemuan singkat yang memberi banyak amanat. Aku sempat berkenalan dengan perempuan Turki di dekat jembatan Bosphorus. Tepatnya di tepi